Oleh Mustafa Husen Woyla
Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun menuntut ilmu di dayah, sebagian besar alumni diharapkan untuk kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang terdidik, bijaksana, dan membawa perubahan positif. Namun, sering kali kita mendapati kenyataan yang berbeda. Banyak alumni dayah yang setelah lulus malah menghadapi realitas yang mengecewakan. Mereka terkadang terpaksa mengambil pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapan mereka, seperti menjual ikan, menjadi tukang parkir, atau bekerja sebagai buruh kasar. Ini bukanlah bentuk penghinaan terhadap profesi tersebut; setiap pekerjaan memiliki nilai dan kehormatan tersendiri. Namun, dalam pandangan masyarakat, terutama di lingkungan pesantren, para Teungku dan pemangku ilmu dianggap memiliki derajat yang lebih tinggi. Harapan masyarakat adalah bahwa lulusan dayah akan berkontribusi dalam bidang keagamaan dan intelektual yang mulia, bukan sekadar menjalani pekerjaan yang dianggap tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.
Pertanyaan yang muncul adalah: mengapa setelah bertahun-tahun menuntut ilmu di dayah, alumni sering kali berakhir dalam posisi yang tampaknya jauh dari harapan tersebut? Dan bagaimana kita bisa menyelesaikan dilema ini? Apakah sebaiknya mereka fokus pada melanjutkan pendidikan atau terjun ke dunia wirausaha? Dalam konteks ini, kita akan membahas tantangan-tantangan yang dihadapi dan solusi yang mungkin untuk meredam dilema tersebut.
Tantangan yang Dihadapi
1. Tantangan untuk Lembaga Dayah:
Lembaga dayah sering menghadapi dilema besar terkait biaya pengembangan dan operasional. Sebagian besar pesantren, terutama yang berbasis di daerah terpencil, mengandalkan sumbangan dari masyarakat dan pemerintah. Namun, biaya untuk pengembangan kurikulum, peningkatan fasilitas, dan pelatihan tenaga pendidik sering kali melebihi anggaran yang tersedia. Ini menjadi tantangan besar karena tanpa dukungan finansial yang memadai, dayah kesulitan dalam memperbarui kurikulum dan fasilitas yang diperlukan untuk mempersiapkan santri menghadapi tantangan global.
2. Tantangan untuk Pimpinan Dayah:
Pimpinan dayah menghadapi tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan guru dan pengurus. Banyak guru dayah yang bekerja dengan kompensasi yang relatif rendah dibandingkan dengan sektor pendidikan lainnya. Kesejahteraan yang kurang memadai dapat mengurangi motivasi dan kualitas pengajaran, yang pada gilirannya berdampak pada kualitas pendidikan santri. Pimpinan dayah juga harus mencari cara untuk menarik dan mempertahankan tenaga pendidik berkualitas, yang sering kali sulit dilakukan dengan anggaran terbatas.
3. Tantangan untuk Santri:
Santri sering kali menghadapi dilema serius mengenai masa depan mereka setelah lulus dari dayah. Di satu sisi, mereka telah memperoleh ilmu agama yang mendalam, tetapi di sisi lain, mereka harus bersaing di pasar kerja yang kompetitif. Banyak alumni dayah merasa kesulitan untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka, sehingga mereka mungkin harus bekerja di sektor yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka atau bahkan terpaksa menjadi wirausaha tanpa persiapan yang memadai.
4. Tantangan untuk Orang Tua:
Orang tua santri juga merasakan dampak dari dilema ini. Mereka mungkin merasa khawatir jika anak mereka tidak memiliki pekerjaan tetap setelah lulus dari dayah. Dalam masyarakat yang sangat memandang penting status pekerjaan, kekhawatiran ini sering kali berfokus pada kenyataan bahwa anak belum memiliki pekerjaan yang jelas atau terlibat dalam bidang wirausaha yang tidak stabil. Ini dapat memengaruhi keputusan mereka dalam mencari pasangan hidup untuk anak-anak mereka.
5. Tantangan untuk Masyarakat:
Di tingkat masyarakat, ada persepsi bahwa santri yang telah lama mondok di dayah mungkin kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dan terpaksa bekerja serabutan. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan stigma terhadap lulusan dayah dan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap nilai pendidikan agama dibandingkan dengan pendidikan umum dan keterampilan praktis.
Solusi yang Mungkin
1. Peningkatan Dukungan untuk Lembaga Dayah:
Untuk mengatasi tantangan biaya, lembaga dayah perlu diversifikasi sumber pendanaan mereka. Selain mengandalkan sumbangan, dayah dapat menjajaki kerjasama dengan perusahaan swasta, organisasi non-pemerintah, dan lembaga pendidikan lain untuk mendapatkan dukungan finansial dan sumber daya. Program beasiswa, pelatihan, dan pengembangan fasilitas juga dapat dilakukan dengan melibatkan komunitas lokal dan alumni dayah yang sukses.
2. Meningkatkan Kesejahteraan Guru dan Pengurus:
Pimpinan dayah harus mencari cara inovatif untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan pengurus. Ini bisa mencakup pengembangan skema insentif berbasis kinerja, program pelatihan yang berkelanjutan, dan peningkatan kondisi kerja. Peningkatan kesejahteraan guru tidak hanya akan meningkatkan kualitas pengajaran tetapi juga akan menarik lebih banyak tenaga pendidik berkualitas untuk bergabung dengan dayah.
3. Memfasilitasi Pelatihan dan Orientasi Karir untuk Santri:
Dayah perlu memfasilitasi pelatihan dan orientasi karir bagi santri mereka. Ini bisa mencakup pelatihan keterampilan praktis, seminar tentang peluang kerja, dan bimbingan karir untuk membantu santri mempersiapkan masa depan mereka dengan lebih baik. Selain itu, kerjasama dengan industri dan perusahaan untuk menyediakan magang atau peluang kerja juga bisa sangat bermanfaat.
4. Memberikan Bimbingan kepada Orang Tua:
Untuk mengatasi kekhawatiran orang tua, penting untuk memberikan bimbingan yang jelas mengenai manfaat pendidikan dayah dan prospek karir bagi lulusan. Dayah dapat menyelenggarakan seminar atau workshop yang melibatkan orang tua, menjelaskan bagaimana pendidikan agama dapat bersinergi dengan keterampilan praktis dalam dunia kerja. Ini akan membantu mengubah persepsi orang tua mengenai nilai pendidikan dayah.
5. Mengubah Persepsi Masyarakat:
Untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai lulusan dayah, penting untuk menunjukkan keberhasilan alumni dayah dalam berbagai bidang. Masyarakat perlu melihat bahwa pendidikan agama dapat melengkapi keterampilan praktis dan membawa manfaat nyata dalam berbagai aspek kehidupan. Kampanye kesadaran dan promosi mengenai kontribusi positif alumni dayah dalam masyarakat dapat membantu mengatasi stigma negatif.
Pentingnya Memahami Konteks Pendidikan Dayah
Dalam memahami dilema ini, kita harus menyadari bahwa pendidikan di dayah memiliki dua aspek penting: fardhu ain dan fardhu kifayah. Fardhu ain adalah kewajiban individual bagi setiap Muslim untuk mempelajari ilmu agama yang diperlukan untuk menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Sementara itu, fardhu kifayah adalah kewajiban kolektif yang harus dipenuhi oleh masyarakat, di mana sebagian orang harus memiliki keahlian tertentu untuk memenuhi kebutuhan umum, seperti ulama atau cendekiawan.
Jika seorang santri tidak menunjukkan kemajuan kognitif dalam studi agama atau jika bakatnya tidak sesuai dengan arah pendidikan agama yang mendalam, mungkin ada baiknya untuk mengeksplorasi peluang lain. Misalnya, santri tersebut bisa terjun ke bidang seni, keterampilan teknis, atau wirausaha yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Kita percaya bahwa Allah menciptakan manusia dengan berbagai keahlian dan bakat. Oleh karena itu, tidak adil untuk memaksakan setiap santri menjadi hafiz atau alim fikih jika bakat dan minat mereka mungkin lebih cocok di bidang lain.
Penting untuk diingat bahwa para alim atau ulama juga memerlukan profesi tambahan untuk mendukung dakwah mereka saat kembali ke masyarakat. Mereka mungkin terlibat dalam kegiatan ekonomi, pendidikan, atau sosial yang mendukung kehidupan mereka dan memungkinkan mereka untuk memberikan kontribusi lebih besar kepada masyarakat. Dengan cara ini, mereka bisa menjalankan peran mereka sebagai pemimpin spiritual sambil juga mengatasi kebutuhan praktis sehari-hari.
Pendekatan Terintegrasi
Dalam mengatasi dilema ini, pendekatan terintegrasi sangat penting. Pimpinan dayah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap minat dan bakat santri. Tidak semua santri harus diarahkan ke dunia usaha jika mereka tidak memiliki minat atau keterampilan di bidang tersebut. Sebaliknya, santri yang memiliki potensi dalam wirausaha harus diberikan dukungan yang memadai untuk mengembangkan usaha mereka. Program yang fleksibel dan berbasis minat dapat membantu santri memilih jalur yang paling sesuai dengan kemampuan dan aspirasi mereka.
Untuk masyarakat, orang tua, dan santri, penting untuk memahami bahwa pendidikan dayah adalah sebuah fondasi yang dapat dipadukan dengan keterampilan praktis. Melihat bakat dan minat anak secara holistik akan membantu mereka untuk menentukan jalur karir atau pendidikan yang paling sesuai. Ini termasuk melanjutkan studi atau mengejar peluang wirausaha yang sesuai dengan potensi mereka.
Kesimpulan
Dilema alumni dayah antara fokus mencari ilmu atau wirausaha mencerminkan tantangan yang lebih luas dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia. Untuk mengatasi dilema ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan integratif dari berbagai pihak—lembaga dayah, pimpinan, santri, orang tua, dan masyarakat. Dengan dukungan yang memadai dan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan dan potensi santri, dilema ini dapat diatasi, memungkinkan pendidikan dayah untuk terus berkembang dan memberikan manfaat maksimal.
Penulis adalah, Alumni Dayah BUDI Lamno, Dayah Darul Muarrif Lam Ateuk, Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee dan ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) dan Pengamat Bumoe Singet